Monday, March 05, 2007

Deep Within

Coz of the nature of my job, gue selalu berusaha untuk membicarakan pekerjaan sesedikit mungkin. Terutama tentang current issues. Tapi, duh sumpah. Berat banget. Kalo di kantor kita gak bakalan membicarakan psychologycal effect-nya. Yang ada cuma orang bikin kasus, dan kasus harus diselesaikan. For the sake of the company.

Secara langsung gue memang gak terlibat, at least sampai sekarang gue masih bisa menghindar mengkonfrontasi orang langsung. Berat man kalo harus interogasi orang. Apalagi kalo pada dasarnya lo tahu kenapa orang itu melakukannya. Ya, memang harus diakui, gak semua orang melakukan fraud (apapun jenisnya) karena alasan ekonomi. Ada yang demi kesenangan semata, ada juga yang cuma karena lapar mata. You have to trust me that in this bussiness, lapar mata tuh wajaaar banget.
Ada juga yang melakukannya demi pekerjaan juga, cuma caranya aja yang salah. Duuh! But sometimes company doesn’t count the intention, it’s only sees the result.

Dan sumpah, melihat wajah-wajah mereka tuh bikin gue miris. Jangan tanya berapa kali gue hampir nangis melihat desperation in their faces. Duh, mereka tuh manusia. Mereka tuh temen-temen gue juga. Belum lagi kalo harus mikir bahwa mereka punya orang-orang yang bergantung hidup pada mereka. Damn, sempat terlintas juga what was they think when they did that. Kenapa sih mereka gak mikir panjang dikit? Segitu kuatnyakah himpitan ekonomi? Sampai mereka gak mikir akibatnya lagi...

Perih... Sumpah perih kalo mendengar mereka diinterogasi. Dalam kondisi seperti ini gue biasanya memilih untuk pergi atau tidak mendengar sama sekali. Alhasil, headset lah yang jadi tempat pelarian.

If only I could tell them how I feel inside...

1 comment: